Sabtu, 03 September 2011

Dampak Lebaran Berbeda

Malam tarawehan kemarin sungguh menggelikan, bagaimana tidak jamaah yang tinggal sedikit di mesjid kebingungan, karena lebaran jadi besok nggak, kalau jadi berarti tak ada tarawehan malam ini, kalau nggak, pengumuman dari pemerintah sangat telat, masa tarawehan harus nunggu dulu sidang yang sampai malam, jamaah bingung, imam juga bingung, jadi nggak tarawehan teh ?
Akhirnya tarawehan jadi dilaksanakan, walau dengan hanya beberapa orang, karena ibu-ibu sebagian besar sedang sibuk menyiapkan masakan utuk lebaran,Bapak-bapak sudah mulai bersiap-siap mempersiapkan segalanya untuk silaturrahmi dan kegiatan lebaran lainnya.
Habis tarawehan, pulang ke rumah, barulah ada pengumuman, lebaran menjadi dua ada yang selasa, ada yang rabu. Ibu-ibu mengeluh, sebab masakan sudah jadi, kalau besok (hari selasa) tak jadi lebaran, masakan yang sudah disiapkan menjadi sedikit terbengkalai.
Bapak-bapak mengeluh, karena harus menyiapkan dana ekstra dua kali, karena otomatis lebaranya menjadi dua hari, apalagi sebagian besar masyarakat belum punya kulkas, untuk dapat menyimpan makanan lebih dari sehari, “walah jadi hararaseum yeuh dahareun (aduh jadi pada basi nih makanan)’, katanya.
Yang lain memnimpali, “Nggak apa-apa kalau sudah ada mah, kan bisa dibagikan…”
“Heueuh ngan urang kudu nyiapkeun dana ekstra, da lebaranna dua’ kali….(Iya tapi saya harus menyiapkan dana ekstra, sebab lebarannya jadi dua kali)”
Iya, jadinya seperti tulisan Om Dq, “Hilal Setitik, Rusak Opor dan gulai Se-Indonesia”
Teman saya (Kang Bubun) berasumsi, kenapa Muhammadiyah lebaran lebih dulu..? tanyanya, lalu dia meneruskan, karena orang muhammadiyah sedikit lebih mapan dari orang NU, coba orang NU, kebanyakan di daerah-daerah, mereka banyak yang belum membeli baju dan persiapan menyambut lebaran, makanya menjadi hari rabu….he…he…
Ah jangan dimasukkin ke hati, itu hanya guyonan teman saya saja yang sebenarnya berharap lebaran bisa berbarengan….., karena kenyataanya sekarang justru orang NU banyak juga yang mapan dan sukses….!
Memang dampak dari lebaran dua hari berbeda sedikitnya menyebabkan adanya ketidak kompakkan, karena sebagian harus menahan dulu, kegiatan silaturrami, yah terasa ada yang hambar, walau memang tak harus dibesar-besarkan.
Ke depan NU, Persis dan Muhammadiyah, PUI, Al-Irsyad, dan Ormas Islam lainya hendaknya berembug untuk sama -sama menyatukan metoda yang tepat secara bersama-sama dalam menetapkan tanggal puasa dan 1 Syawal. Memang kalau para ulama pasti sudah saling mengerti, yang kebingungan adalah masyarakat yang tak tahu menahu. Karena Lebaran tak hanya sebuah seremoni dari ritual keagamaan saja, akan tetapi menyangkut aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Saya berharap tak ada persoalan politis menyangkut berbedanya penetapan 1 Syawal ini, gara-gara tidak menjadi bagian dari pemerintahan misalnya, atau sekedar show of power kepada kekuasaan dan atau sebaliknya. Atau ada kaitannya dengan karena menterinya dari NU bukan dari Muhammadiyah (lalu asal berbeda), Persis PUI dan Ormas Islam lain. Karena semuanya sebaiknya berpijak pada metode yang teah disepakati bersama. Ke depan penetapan tanggal 1 Syawal tak perlu lagi dengan perdebatan saling menampilkan kelebihan ilmu yang dimilki dari para Kyai masing-masing Ormas Islam, atau saling menyalahkan, namun sudah pada penentuan hasil metode bersama yang telah ditetapkan.
Disisi lain perbedaan merupakan rahmat, kita tetap saling menghormati dan menghargai. Dan Bangsa ini merupakan bangsa yang besar, yang telah belajar dari perbedaan sejak zaman dulu…..sampai sekarang….
Selamat berlebaran, minal ‘aidzin walfaidzin, bahagia rasanya kita dapat saling memafkan…!



Salam Sukses dan Bahagia
Alimudin Garbiz